KASUS sepak bola gajah antara PSS Sleman dan PSIS Semarang membuat PT Liga Indonesia akan menunda babak delapan besar Divisi Utama 11 hingga 15 November. Menurut CEO of PT Liga Joko Driyono, meski PSS dan PSIS sudah dijatuhi hukuman diskualifikasi, banyak hal harus diselesaikan dalam kaitan dengan peristiwa memalukan tersebut.
“Menangani duduk perkara sebesar ini bukan kasus mudah. Pak Hinca (Panjaitan) dan rekanrekan masih terus mendalami kasus memalukan ini. “ Berdasarkan keputusan yang dibuat beberapa waktu kemudian, PSS dan PSIS resmi didiskualifikasi. Sementara itu, adu Persis Solo kontra Borneo FC akan dijadwalkan ulang.
Selain itu, musim depan Divisi Utama tidak boleh lagi menggunakan pemain ajaib. Musim ini kuota pemain abnormal Divisi Utama untuk setiap klub yakni dua orang. Jumlah tersebut menyusut jika dibandingkan dengan animo sebelumnya, yakni tiga pemain abnormal.
Alasan PSSI melarang pemain aneh di Divisi Utama adalah untuk melindungi pemain muda berbakat Indonesia sekaligus menunjukkan mereka jam terbang lebih banyak. Namun, klub penerima Indonesia Super League (ISL) hanya boleh memakai tiga pemain.
Terkait dengan hukuman kepada PSS dan PSIS, Bidang Hukum PSSI Gusti Randa menilai sebelum keputusan menunjukkan sanksi diambil, aspek yang terlibat perlu dilihat secara keseluruhan.
Gusti menyampaikan kejanggalan pertandingan PSS melawan PSIS tidak hanya menyorot keterlibatan kedua tim dan wasit, tetapi beberapa pihak lain mirip inspektur pertandingan.
Selain itu, Gusti mengkritik pernyataan Hinca yang menyebut tidak ada banding. Menurutnya, jika semua keputusan dihentikan banding, kenapa PSSI membentuk komisi banding? Lebih baik, komisi banding ditiadakan karena tidak mempunyai fungsi.
“Komdis PSSI sudah melebihi Mahkamah Konstitusi. Harus dilihat, sepak bola itu tidak hanya melibatkan orang per orang, tetapi juga administrasi, pelatih, dan masih banyak lagi, termasuk PT Liga sebagai operator kompetisi,“ urainya. (Sat/R-1) Media Indonesia, 4/11/2014, halaman 27
No comments:
Post a Comment